Dari Pelanggaran Moral Hingga Politik Uang




Oleh Fazar Muhardi

Pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) Riau yang dilaksanakan serentak di empat kota/kabupaten mulai dari Kabupaten Bangkalis, Indragiri Hulu (Inhu), Kabupaten Meranti, serta Kota Dumai, diduga diwarnai berbagai item pelanggaran.

Meski demikian, Kepala Polisi Daerah (Kapolda) Riau, Brigjen Pol Adjie Rustam Ramdja di sela aktivitas meninjau jalannya Pilkada di Kota Dumai pada hari Kamis 3 Juni 2010, yakin Pilkada di empat daerah tersebut berjalan lancar dan kondusif.

Kepada wartawan, Kapolda menyatakan, dari pengawasan yang dilakukan personil polisi bersama pihak kemanan setempat, pihaknya tidak menemukan adanya tindakan ataupun gangguan berat yang dapat mengganggu kelancaran pesta demokrasi rakyat itu.

Meski terdapat sejumlah daerah kepulauan yang menggelar pilkada yang sulit dijangkau dengan alat transportasi, katanya, kondisi geografis itu bukan berarti menghambat proses pemungutan suara.

Bagi daerah yang sulit dijangkau, ujarnya, kotak suara terpaksa harus menginap selama satu malam. Namun hasil penghitungan suara di daerah terpencil itu bisa langsung dilaporkan ke panitia kecamatan atau kabupaten melalui alat telekomunikasi.

Pihaknya juga memastikan Pilkada empat daerah yang disebut-sebut rawan terjadi kampanye gelap dan politik uang, hingga kini masih sebatas rumor yang berkembang di masyarakat.

Kendati Kapolda berkeyakinan demikian, hasil pantauan dan penelusuran ANTARA justru berbeda, karena ditemukan adanya sejumlah pelanggaran moral, kampanye gelap, dan politik uang di empat kota/kabupaten tersebut.


Bengkalis
Berdasarkan temuan panitia pengawas pemilihan umum (Panwaslu) Kabupaten Bengkalis, sejak tahapan hingga akhir Pilkada di sana, telah terjadi pelanggaran dengan modus yang bervariasi.

Berdasarkan keterangan yang dihimpun dari Ketua Panwaslu Bengkalis, Drs Syorbaini, pelanggaran yang banyak terjadi di Bengkalis adalah pelanggaran moral seperti menyebarkan isu keburukan lawan politik, dan memberikan sesuatu, baik dalam bentuk barang maupun uang, guna merebut suara masyarakat.

"Kabar terakhir, Panwas Kecamatan Bengkalis merekomendasi dua kasus di Pilkada Kabupaten Bengkalis, untuk ditindaklanjuti. Kedua kasus tersebut dianggap pelanggaran berat selama masa kampanye berlangsung di Kecamatan Bengkalis," ujarnya.

Informasi yang berhembus, juga menyatakan dua kasus yang dilaporkan untuk ditindaklanjuti itu yaitu menghujat calon lain. Hanya saja, sejumlah kalangan menilai langkah Panwaslu itu dinilai lemah dan tidak akan berarti apa-apa, karena Panwaslu Kabupaten serta Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu) Polres Bengkalis dianggap tidak berbuat banyak.

Ketika hal tersebut dikonfimasikan kepada Ketua Panwaslu Kecamatan Bengkalis, Marzuli Ridwan, pihaknya mengaku sudah merekomendasi dua kasus yang dinilai cukup berat. Kedua kasus itu menurut Marzuli adalah menghina atau melecehkan calon pasangan lain selama masa kampanye.

"Kedua kasus yang kita laporkan untuk ditindaklanjuti itu adalah kampanye Sulaiman Zakaria-Arwan Mahidin pada Kamis tanggal 27 Mei 2010 di lapangan Tugu Bengkalis, dan kampanye pasangan Herliyan Saleh-Suayatno pada Minggu 30 Mei 2010 yang berlangsung juga di lapangan Tugu," katanya.

Namun, hingga dua hari pascapemungutan suara, kasus tersebut tidak lagi mencuat. Pihak kepolisian setempat saat dikonfirmasi mengenai pelanggaran itu menyarankan wartawan untuk menanyakannya ke Panwaslu, namun Panwas yang dikonfirmasi melalui seluler justru malah mengatakan bahwa kasus tersebut telah sepenuhnya ditangani pihak kepolisian Bengkalis.

Hingga saat ini kasus pelanggaran berat itu masih tanda tanya dan belum diketahui secara pasti bagaimana penanganan dan sanksinya.

Dalam Pilkada Bengkalis ada empat pasang calon bupati meliputi pasangan bernomor urut 1, Sulaiman Zakaria-Arwan Wahidin, nomor urut 2 Herlian Saleh-Suayatno, dan nomor urut 3 Normansyah Wahab-Syamsul Gusri, serta pasangan bernomor urut 4, yakni Zulfan Heri-Syahrin Yunan.


Indragiri Hulu
Ragam pelanggaran di Kabupaten Indragiri Hulu, tidak jauh berbeda dengan yang terjadi dan marak di Bengkalis. Pelanggaran terjadi kebanyakan pada saat kampanye dan pemungutan suara berlangsung.

Hingga akhir Pilkada, Panwaslu Indragiri Hulu mencatat sedikitnya 30 pelanggaran moral dan satu pelanggaran berat, politik uang.

Ketua Panwas Inhu, Drs Masud Duriyat, beberapa waktu lalu mengatakan, dari 30 pelanggaran moral yang terjadi, 50 persen didominasi dengan memburuk-burukkan citra antara kandidat satu dengan kandidat lainnya.

Untuk politik uang yang hanya derteteksi satu, Masud memakluminya karena jauh hari sebelum kampanye pihaknya bekerjasama dengan polisi setempat telah melakukan pengawasan intensif. Dan untuk pencoblosan, pihaknya telah mengantisipasi dengan menerjunkan tim pemantau di setiap kecamatan per kelurahan, bahkan di setiap tempat pemungutan suara (TPS).

"Itu sebabnya mengapa pelanggaran politik uang minim di Pilkada Indragiri Hulu," ucap Masud seraya berharap agar suasana Pilkada Indragiri Hulu tetap aman dan kondusif.

Di Pilkada Indragiri Hulu, jumlah calon bupati juga empat, terdiri dari pasangan Tengku Razmara-Herawati dengan nomor urut 1, Amedtrip Depraja-Sulfahmi Adrian dengan nomor urut 2, dan pasangan Yopi Arianto-Haman Harma dengan nomor urut 3, serta disusul dengan nomor urut 4 Mujtahid Thalib-Raja Marjohan Yusuf

Meranti
Pelanggaran yang mewarnai Pilkada Kabupaten Kepulauan Meranti juga tidak ada bedanya dengan Bengkalis dan Indragiri Hulu, yakni didominasi dengan pelanggaran moral dengan menjelek-jelekkan pasangan lainnya.

Ketua Panwas Kabupaten Kepulauan Meranti, Imam Bashori, mengatakan, sebelumnya pihaknya juga sempat menemukan pelanggaran berat serupa yakni politik uang pada saat masa kampanye berlangsung.

"Pelanggaran itu tercuat berdasarkan informasi yang berkembang di tengah masyarakat yang menyatakan beberapa pasangan memberikan uang senilai Rp50 ribu per orang kepada setiap pengunjung kampanye terbukanya," ujar Imam.

Dari kampanye terbuka itu saja, Panwaslu menemukan sedikitnya 33 pelanggaran moral dan lima politik uang dari masing-masing kandidat yang turut bertarung memperebutkan kursi bupati di kabupaten yang baru disetujui pemekarannya pada tahun 2009 itu.

Untuk Pilkada Kabupaten Kepulauan Meranti, ada lima pasang calon bupati, masing-masing Intsiawati Ayus-Amyurlis nomor urut 1, Said Hasyim-Tofikurrahman nomor urut 2, Irwan Nasir-Masrul Kasmy nomor urut 3, Ismaili Fauzi-Darwin Susandi nomor urut 4, dan yang terakhir dengan nomor urut 5 yakni pasangan Rosfian-M Adil.


Dumai
Berbeda dengan tiga Kabupaten pada pesta demokrasi yang sama, Kota Dumai dinyatakan sebagai kota yang mendominasi catatan pelanggaran mulai dari pelanggaran moral hingga politik uang.

Data terakhir yang diperoleh dari Panwaslu Kota Dumai, sedikitnya ada 40 pelanggaran moral yang dilakukan masing-masing kandidat pasangan calon Wali Kota Dumai, baik pasangan incumbent Zulkifli AS-Sunaryo yang menyandang nomor urut 1, dan pasangan bernomor urut 2 Herdi Sulioso-Mas Irba, serta pasangan dengan nomor urut 3 Khairul Anwar-Agus Widayat.

Ketua Pawaslu Kota Dumai, Minggu Rambe, kepada Fazar-News di Dumai, mengatakan, 40 pelanggaran moral tersebut termasuk ke dalam kategori pelanggaran ringan, karena tidak adanya laporan pengaduan atas pelanggaran tersebut.
"Tidak ada sanksi yang memberatkan, pelaku yang melakukan pelanggaran moral itu hanya diberi sanksi moral saja, tidak ada pidana umumnya," ujar Rambe.
Dia mengatakan, ke-40 pelanggaran moral itu dilakukan hampir sama banyak oleh ketiga kandidat calon Wali Kota Dumai.

Sementara untuk pelanggaran berat seperti kampanye gelap dan politik uang seperti yang diungkapkan Rambe, tercatat ada sekitar 2 item, dan sudah masuk dalam berkas tindak pidana umum kepolisian Polresta Dumai.

Serangkaian fakta tersebut agaknya mengindikasikan bahwa pilkada di empat daerah kota/kabupaten se-Provinsi Riau tersebut, memang bermasalah, meskipun Kapolda berpendapat sebaliknya.