Lika-Liku Perdagangan Manusia


 

Oleh Fazar Muhardi

         Dumai, 6/6 (Fazar-News) - Pada pertengahan Mei 2010, pihak Polisi Resort (Polres) Kabupaten Bengkalis, Riau, berhasil menggagalkan perdagangan manusia atau  trafficking serta meringkus beberapa pelaku kejahatan tidak manusiawi tersebut.

        Kronologis terbongkarnya kasus trafficking itu berawal dari laporan dan keresahan sejumlah warga atas aktivitas sebuah warung remang- remang yang selalu ramai dikunjungi para sopir mobil balak yang melintas di jalan lintas kilometer 13 yang menghubungkan Duri, Ibu Kota Kecamatan Mandau, dengan Kota Dumai, Riau.

        Berdasarkan laporan tersebut, aparat kepolisian kemudian melakukan penggerebekan pertama pada Minggu tanggal 15 Mei 2010, dan berhasil menyelamatkan enam korban trafficking. Tiga di antaranya berumur 13, 15, dan 17 tahun.

        Selain berhasil menyelamatkan keenam korban, polisi juga berhasil meringkus seorang tersangka yang diduga sebagai germo.

        Selanjutnya berdasarkan pengakuan seorang tersangka berusia 50 tahun berinisial Sg itu, tercuat nama seorang tersangka lainnya yang diinformasikan sedang berada di perjalanan dari Bandung menuju Bengkalis, Riau, dengan membawa beberapa gadis asal Bandung.

        Berbekal informasi itu, pihak kepolisian setempat kemudian  melakukan pengintaian di lokasi prostitusi yang sama dan kembali berhasil menyelamatkan sembilan korban trafficking lainnya.

        Para korban trafficking tersebut masing-masing berinisial Sl, wanita 21 tahun warga Kabupaten Ngamprah, Ev, 14, Nr, 16, Hn, 24, ketiganya warga Kabupaten Bandung, dan Ek, 22, warga Kabupaten Ciloak, serta Kk, perempuan 25 tahun yang merupakan warga Kabupaten Soreang, Jawa Barat.

        Korban trafficking lainnya, yakni, Re, 29, warga Desa Sukajati Indramayu, Rn, 29, warga Jalan Cihampelas Desa Singajaya Bandung, Un, 28, warga Sukahaji Kongsi Indramayu, An, 28, warga Kawalu Kelurahan Tegalsari Indramayu, Lt, 29, warga Wastu Kencana Kabupaten Bandung Barat, Ev, 25, warga Kampung Bunder Jatiluhur, Ds, 22, warga Babakan Tarogong Bojongloakaler Bandung, dan Yn, 23, warga Kelurahan Cigentur, Kota Bandung.

        Kepala Polres Bengkalis, AKBP Marudut Hutabarat, sehari pascapengungkapan kasus tersebut kepada wartawan di Dumai menjelaskan, setelah menangkap tersangka Sg dan pembebasan ke 15 korban, pihaknya juga meringkus mami si pemilik bar berinisial Am, 30, yang berperan sebagai perekrut belasan korban trafficking dengan menggunakan jasa tersangka DPO berinisial Sf, warga Bandung, yang terakhir dikabarkan telah berhasil diringkus aparat kepolisian Polda Jawa Barat.

        Ke 15 perempuan korban trafficking tersebut kemudian dipulangkan pihak kepolisian Bengkalis kekampungnya masing-masing setelah sebelumnya dilimpahkan ke pihak pemerintahan setempat melalui Dinas Sosial (Dissos) dengan menggunakan jasa transportasi darat.

   
   Waspada Trafficking
   Sejak pembongkaran kasus trafficking tersebut, hingga kini, 5 Juni 2010, kasus serupa tidak lagi ditemukan oleh pihak kepolisian Polda Riau. Kendati demikian, Beberapa petinggi kepolisian seperti Kapolres Bengkalis, AKBP Marudut Hutabarat dan Kapolres Dumai, AKBP Hersadwi Hendarso tetap mengambil langkah waspada dengan cara melakukan pemantauan dan menyebarkan anggota satuan intelejen ketengah masyarakat untuk menghimpun informasi terkait trafficking.

        "Bengkalis merupakan titik wilayah yang rawan dengan perdagangan manusia, dengan kondisinya yang serba dekat dengan sejumlah pulau milik dua negara seperti Malaysia dan Singapura, Bengkalis juga rawan digunakan sebagai daratan transaksi para mafia traffcking," ungkap Kapolres Bengkalis, AKBP Marudut Hutabarat.

        Hal senada juga diungkapkan Kapolresta Dumai yang menyatakan selain rawan penyeludupan barang, Dumai juga rawan penyeludupan manusia dan diindikasi sering dimanfaatkan sebahagian mafia mancanegara sebagai landasan transit kasus trafficking internasional.

        "Untuk kewaspadaan, kita telah berkoordinasi dengan sejumlah instansi terkain seperti Bea dan Cukai, Administor Pelabuhan, dan Pelabuhan Internasional Dumai, serta Transmigrasi, untuk selalu melakukan pemantauan terhadap orang-orang mencurigakan, baik yang datang dan pergi dengan menggunakan jalur laut," jelas Hersadwi.

   
   Penyebab Trafficking
   Jutaan anak dan perempuan di seluruh dunia rentan berhadapan bahaya traffcking, terutama bagi mereka yang memilki beban derita perekonomian lemah.

        Perdagangan, penyelundupan, eksploitasi fisik dan seksual, serta eksploitasi ekonomis, merupakan kenyataan sehari-hari bagi anak dan perempuan. Saat ini, di tanah air, kekerasan domestik seperti kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan merupakan masalah serius pemerintah Indonesia.

        Puluhan ribu anak dan perempuan di bawah usia 18 tahun berkeliaran siang dan malam hari sebagai komoditas seks komersial. Hal ini tentu membuka peluang bagi mafia atau geng perdagangan anak dan perempuan yang untuk mengencarkan aksinya dengan cara membujuk rayu korban untuk kemudian dipasarkan ke pasar seks domestik maupun manca negara.

        Berdasarkan lembaran catatan lembaga perlindungan anak dan perempuan, sejumlah lembaga internasional meramalkan, Indonesia akan segera menjadi tujuan para pelancong seks dari luar negeri, baik Asia, Australia, bahkan Eropa.

        Dalam lembaran itu, juga diterangkan, bahwa krisis moneter berkepanjangan dan lesunya perekonomian di tanah air menyebabkan banyak keluarga kehilangan sumber pendapatannnya.

        Dalam kondisi ini, pelacuran dianggap memberi kesempatan yang lebih baik kepada anak dan perempuan untuk mendapatkan penghasilan uang yang lebih baik.

        Kondisi tersebut juga dapat dilihat dari banyaknya anak dan perempuan dari desa yang mau meninggalkan kampung halamannya karena tergiur oleh janji-janji yang diberikan oleh para trafficker (orang yang memperdagangkan) untuk bekerja di kota dengan gaji yang besar, tetapi sesampainya di kota, diperdaya atau dipaksa untuk menjadi pekerja seks komersia (PSK).

        Menurut sejumlah pengamat dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Dumai, kemiskinan menjadi salah satu penyebab utama rawannya perdagangan manusia, khususnya perempuan dan anak-anak di Indonesia.

   
   Pelaku
   Berdasarkan pandangan pengamat, pelaku dalam perdagangan anak dan perempuan dapat dibedakan dalam tiga unsur. Pembedaan dilakukan berdasarkan peranannya masing-masing dalam tindakan perdagangan (trafficking).

        Yang pertama pihak yang berperan pada awal perdagangan, kedua pihak yang menyediakan atau menjual orang yang diperdagangkan, dan yang ketiga pihak yang berperan pada akhir rantai perdagangan sebagai penerima atau pembeli orang yang diperdagangkan atau sebagai pihak yang menahan korban untuk dipekerjakan secara paksa dan yang mendapatkan keuntungan dari kerja ilegal itu.

   
   Modus Operandi
   Modus operandi sindikat perdagangan anak dan perempuan menurut pengamat juga dilakukan dengan empat cara. Pertama dengan ancaman dan pemaksaan, biasanya dilakukan oleh trafficker yang telah dikenal dekat dengan pelaku. Dalam hal tersebut pelaku menggunakan kedekatannya dan kedudukannya yang lebih superioritas dibanding korban, sehingga membuat korban berada dalam tekanan dan kedudukan tersubordinasi. Hal tersebut membuat korban tidak dapat menolak keinginan pelaku.

        Selanjutnya, penculikan. Biasanya korban diculik secara paksa atau melalui hipnotis melalui anggota sindikat. Tak jarang juga korban diperkosa terlebih dahulu oleh anggota sindikat sehingga menjadi semakin tidak berdaya.

        Ketiga, Penipuan, kecurangan atau kebohongan. Modus tersebut merupakan modus yang paling sering dilakukan oleh sindikat trafficking. Korban ditipu oleh anggota sindikat yang biasanya mengaku sebagai pencari tenaga kerja dengan menjanjikan gaji dan fasilitas yang menyenangkan sehingga korban tertarik untuk mengikuti tanpa mengetahui kondisi kerja yang akan dijalaninya.

        Dan yang terakhir, yakni, penyalahgunaan kekuasaan. Dalam perdagangan perempuan banyak aparat yang menyelahgunakan kekuasaannnya untuk membecking sindikat perdagangan perempuan. Pemalsuan identitas kerap kali dilakukan oleh aparat pemerintah yang berhubungan langsung dengan pengurusan data diri. Seperti pemalsuan karti identitas penduduk (KTP) dan akta kelahiran. Di bagian imigrasi juga sering terjadi kolusi antara pelaku dengan pegawai imigrasi sehingga perdagangan perempuan yang ditujukan ke luar negeri dapat melewati batas negara dengan aman.

        Modus operandi rekrutmen terhadap kelompok rentan biasanya dengan rayuan, menjanjikan berbagai kesenangan dan kemewahan, menipu atau janji palsu, menjebak, mengancam, menyalahgunakan wewenang, menjerat dengan hutang, mengawini atau memacari, menculik, menyekap atau memerkosa.

        Modus lain berkedok mencari tenaga kerja untuk bisnis entertainment, kerja di perkebunan atau bidang jasa di luar negeri dengan upah besar. Ibu-ibu hamil yang kesulitan biaya untuk melahirkan atau membesarkan anak dibujuk dengan jeratan hutang supaya anaknya boleh diadopsin agar dapat hidup lebih baik, namun kemudian dijual kepada yang menginginkan.

        Sementara untuk anak-anak di bawah umur dibujuk agar bersedia melayani para pedofil dengan memberikan barang-barang keperluan mereka bahkan janji untuk disekolahkan hingga jenjang pendidikan tertinggi.