Berburu Mafia Atau Narkoba


Oleh Fazar Muhardi
Dumai (Fazar-News) - Pihak kepolisian terus berusaha memburu para manusia berwatak jahat yang menjadi otak dan pelaku peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang (Narkoba) di Riau khususnya di kota mutiara pantai sumatera, Dumai.

Kepala polisi Resort Kota (Kapolresta) Dumai, AKBP Hersadwi Hendarso, beserta instansi lokal dan vertikal seperti Bea dan Cukai, serta TNI Angkatan laut (AL) turut mengajak peran serta warga dari berbagai lapisan untuk aktif memberantas narkoba. Namun hal itu masih sangat minim. Sebab bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Dumai yang mencapat 350 ribu jiwa, hanya segelintir yang mau memberikan informasi kepada pihak kepolisian.

Hal itu seperti yang diungkapkan Kapolresta melalui data berita acara pengaduan (BAP). Dalam setahun belakang, hanya ada sekitar 2-5 kasus pengaduan barang haram tersebut.

"Untuk memberantas narkoba tidak hanya bisa diserahkan kepada polisi saja. Sebab semua elemen harus ikut peduli dalam menekan peredaran narkoba. Apalagi dampak negatif narkoba sangat besar bagi penggunanya," ujar Kapolresta Dumai, AKBP Hersadwi Hendarso, Minggu.

Dikatakan Hersadwi, narkoba akan menyebabkan penggunanya idiot. Mereka akan selalu berhalusinasi, mengerjakan hal-hal negatif hingga berujung dengan kematian.

"Apabila kecanduan, para pengguna narkoba akan melakukan apa saja agar dapat mengonsumsi narkoba. Termasuk mencuri, merampok, bahkan melakukan kekejian seperti pembunuhan," ungkapnya.

Maraknya pengguna narkoba, menurut Hersadwi karena warga senang mencoba kepada hal-hal negatif. Sehingga dijadikan trend bagi warga khususnya kaula muda.

"Selain itu, akses ke Kota Dumai yang dapat dilalui dengan jalur apa saja, baik udara, laut, dan darat, dapat memudahkan Narkoba menjadikan Dumai sebagai kota transit sebelum diedarkan keberbagai daerah lainnya, seperti Pekanbaru, Rokan Hilir, Bengkalis, bahkan hingga keluar Provinsi Riau seperti palembang, Medan, dan jambi," jelasnya.

Ia menerangkan, dilarangnya Narkoba dikonsumsi secara bebas adalah karena akan menghancurkan sistem normal dalam tubuh manusia, dan menimbulkan kecanduan hingga berujung kematian.

"Penggunannya harus sesuai petunjuk dokter dan pada kasus tertentu saja," tutur Hersadwi.


Hukuman mati

Pemerintah sudah mengesahkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 (UU 35/2009) tentang Narkotika disahkan sejak 12 Oktober 2009. Munculnya UU 35/2009, menggantikan dua UU sekaligus, UU 5/2007 tentang Psikotropika dan UU 22/1997 tentang Narkotika.

Akan tetapi pihak kejaksaan di Indonesia pada umumnya sampai saat ini belum seksama menggunakan UU itu, berdalih masih tahap sosialisasi. Pun demikian sejak 1 Januari 2010 sesuai data Kejaksaan Agung, sudah mulai menerapkannya. Narkoba, merupakan singkatan dari kata narkotika dan obat-obat terlarang.

Pihak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mulai memberlakukan UU 35/2009 tentang Narkotika mulai 1 Januari 2010. Mengutip siaran resmi Polri, UU Narkoba yang baru ini sudah disahkan sejak 12 Oktober 2009 lampau.

Di UU Narkotika yang baru ini, paling penting adalah menghilangkan kategori "pemakai" dan "pengedar" narkoba. Siapa saja yang kedapatan membawa narkoba di atas 5 gram, dapat terancam hukuman mati!

Terkait diberlakukannya UU Narkotika yang baru itu, sejumlah pengguna dan pengedar narkoba di atas 5 gram yang berada di tahanan di lingkungan Polda Kalbar, berarti terancam hukuman mati.

Di UU Narkotika yang baru juga menerangkan, tertangkap tangan membawa narkotika di bawah 5 gram, terancam hukuman 4 hingga 5 tahun penjara. Paling penting lagi di UU Narkotika yang baru, sudah diberlakukan hukuman minimal 4 tahun disertai denda yang cukup tinggi.

Denda itu berupa uang Rp 500 juta, kalau tidak mampu membayar, maka diganti dengan hukuman penjara 2 tahun. Berarti kalau orang miskin bin melarat (maksudnya tak punya duit Rp 500 juta ke atas) tertangkap tangan membawa narkotika di bawah 5 gram, harus ikhlas dipenjara minimal 6 tahun!

Memang galak bin ganas UU Narkotika yang baru ini kawan! Mau tau keganasan beberapa pasalnya lagi? Di UU Narkotika yang baru tidak ada lagi perbedaan hukuman antara Pengguna Narkotika dan Psikotropika!

Psikotropika dan narkotika semuanya menjadi golongan l. Maka jangan main-main lagi dengan yang namanya sabu-sabu, heroin, morfin dan kawan-kawannya kawan.

Perbedaan juga terdapat pada penyisihan barang bukti (BB), kalau sebelumnya hanya boleh untuk pembuktian dan pengembangan ilmu dan pengetahuan, saat ini bertambah untuk pendidikan dan latihan. Buat Fakultas Kedokteran Untan, ya anggap saja aman kalau untuk penelitian.

UU ini juga mengatur tentang penguatan lembaga Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai lembaga pemerintah non-departemen yang memiliki kewenangan menyelidik, menyidik, mempercepat pemusnahan barang bukti, dan menyadap pihak yang terkait penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.


Para Pelaku Pengedar Narkoba

Dilain kesempatan, Kasat Reskrim Polresta Dumai, AKP Heriwiyawan menguraikan, dalam kurun waktu enam bulan terakhir, pihaknya bersama instansi vertikal Bea dan Cukai Dumai berhasil mengamankan kiloan Narkoba jenis sabu-sabu.

Penangkapan pertama ditahun 2010 dilakukan pada hari Sabtu tertanggal 30 Januari. Pihak Polresta bersama Bea dan Cukai Dumai berhasil menggalkan penyelundupan sabu-sabu sebesar 174 gram senilai Rp348 juta yang dibawa MR warga Pekanbaru.

Selang waktu 24 jam setahnya, Minggu, 31 januari 2010, tepat sekitar pukul 14.30 WIB Bea dan Cukai Dumai kembali menggagalkan penyeludupan ekstasi sebanyak 1000 butir dan 107 gram ketamine senilai Rp3,2 miliar lebih.

Berdasarkan pengakuan tersangka yang disampaikan Heriwiyawan, barang haram itu dibawa seorang pria berinisial ES (32) warga Bagansiapi-api dari Port Klang, Malaysia dengan menggunakan Kapal Indomal 3.

Uraian jaringan peredaran Narkoba di Dumai tidak terputus disitu, berjarak sekitar dua pekan klemudian, tepatnya pada 12 Februari 2010, kembali petugas Bea dan Cukai mengagalkan penyeludupan sabu-sabu seberat 3,252 kilogram yang juga berasal dari negeri Jiran, Malaysia, dengan nilai yang mencapai Rp 6 Miliar lebih.

Penangkapan itu terjadi saat tim Bea dan Cukai Dumai melakukan pengawasan terhadap sejumlah penumpang yang turun dari kapal ferry Expres 1 dari Portlang Malaysia. Petugas mencurigai salah seorang penumpang pria warga negara Indonesia bernama Razali Puteh (45) dengan nomor paspor B483628.

Setelah dilakukan pengamatan melalui mesin sinar X, ditemukan indikasi barang lain di dalam tas pakaian Razali. Untuk mengetahui secara pasti barang tersebut, Razali kemudian diamankan dan di dalam tas tersangka ditemukan 30 paket yang berisi sekitar 3,252 Kg serbuk kristal yang diyakini sebagai Narkoba jenis sabu-sabu.

Dari rentetan tiga kasus serupa tersebut, selama empat bulan kedepan polisi Dumai terus melakukan upaya pengawasan intensif diseputaran pelabuhan Dumai serta ruang lingkup masyarakat.

Sikap perang Polisi Dumai tersebut membuahkan hasil dengan menangkap sejumlah tersangka pemakai dan pengedar Narkoba kelas teri dengan barang bukti yang bernilai kecil disejumlah titik kota dan pedesaan setempat sebelum kemudian disusul dengan penangkapan seorang tersangka pembawa 3,25 kilogram opium bahan dasar sabu-sabu senilai 6,5 Miliar pada 30 Mei 2010 yang menggemparkan publik Indonesia.

Humas Bea dan Cukai Evy Suhartantyo dalam keterangannya di Jakarta, mengatakan, bahan berbahaya tersebut sebelumnya juga dibawa dari Malaysia oleh seorang wanita bernama Ernawati berusia 32 tahun.

Ia menambahkan tersangka tiba dari Malaysia pukul 12.30 WIB menggunakan kapal ferry Indomal Express 8, dengan rute Malaka menuju Dumai.

Modus operandi yang digunakan tersangka dalam melancarkan aksinya adalah opium tersebut disimpan di dinding tas koper guna mengelabuhi petugas Bea dan Cukai serta pihak aparat kepolisian yang sedang melakukan pengawasan tertib.


Segitiga Emas

Pihak berwenan antara dua negara itu tidak mampu mengontrol kendali atas kawasan Segitiga Emas, karena diduga para petinggi militer maupun kepolisian mendapat jatah dari keuntungan perdagangan opium dunia. Beberapa jenderal maupun politisi yang mencoba mengusik tempat itu, kebanyakan berujung dengan kematian misterius.

Berdasarkan penelursuran, segitiga emas merupakan salah satu dari dua bidang utama Asia memproduksi opium gelap dari wilayah sekitar 950.000 kilometer persegi (km2) yang tumpang tindih pegunungan empat negara Asia Tenggara (Myanmar, Vietnam, Laos, dan Thailand), lebih tua dari kawasan Bulan Sabit Emas (Afghanistan-Pakistan). Tanah Segitiga Emas menjadi daerah penghasil opium paling luas di Asia dan dunia sejak tahun 1920-an.

Sebagian besar heroin dunia datang dari Segitiga Emas sampai beberapa tahun ini ketika Afghanistan menjadi produsen terbesar di dunia. Segitiga Emas juga menunjuk pertemuan Sungai Ruak dan sungai Mekong, karena istilah tersebut telah disesuaikan oleh industri pariwisata Thailand untuk menggambarkan persimpangan terdekat Thailand, Laos, dan Myanmar.

Sebuah penyelidikan empat tahunan, menyimpulkan Perusahaan Nasional Minyak dan Gas Enterprise Myanmar (MOGE), saluran utama untuk pencucian uang pendapatan heroin diproduksi dan diekspor di bawah kendali tentara Myanmar.

Heroin dari Asia Tenggara paling sering dibawa ke Amerika Serikat oleh kurir, biasanya orang Thailand, AS, dan Hong Kong yang bepergian via penerbangan komersial. California dan Hawaii merupakan titik masuk utama AS untuk heroin Segitiga Emas.

Sementara kelompok Asia Tenggara telah berhasil dalam perdagangan heroin ke Amerika Serikat, awalnya mereka mengalami kesulitan mengatur jalan tingkat distribusi. Namun, dengan penahanan penyelundup Asia di penjara Amerika selama tahun 1940, kontak antara tahanan Asia dan Amerika dikembangkan. Kontak ini telah mengizinkan trafficker Asia Tenggara mengakses ke geng dan organisasi mafia untuk mendistribusikan heroin di tingkat ritel.

Sedangkan di Indonesia, kurir Segitiga Emas yang sebelumnya dinyatakan kurang mampu untuk melalui jalur Sumatera karena pesisir dikuasai geng ganja asal Aceh yang sukar dibasmi, namun kini, sejak tahun 1990-an, sudah mulai beraksi karena kian menyempitnya ruang mafia Narkoba jenis ganja di wilayah tersebut.

Hal itu dipermudah lagi dengan jarak antara dua negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura yang dekat hingga dalam tempuh perjalanan jalur laut, hanya memakan waktu sekitar 6 jam serta persaingan maskapai penerbangan Asia, menjadikannya harga murah untuk ulang-alik antara Indonesia-Malaysia Timur ke negara-negara Segitiga Emas.

Ditambah lagi Kota Dumai dengan jalur pelabuhan tikus yang tidak terpantau dengan rutin oleh petugas pemerintahan sehingga hilir mudik kapal dengan barang bawaan yang tidak jelas kerap luput dari pemeriksaan intensif.


Masakan opium

Narkotika awalnya berasal getah bahan baku narkotika yang diperoleh dari buah candu. Opium merupakan tanaman semusim yang hanya bisa dibudidayakan di pegunungan kawasan subtropics, kalau di Indonesia harus di pegunungan (karena kondisi kawasan Indonesia tropis) supaya dapat hawa dingin tapi jangan sampai daerah bersalju.

Cara memproduksinya, buah opium dilukai dengan pisau akan mengeluarkan getah kental berwarna putih. Setelah kering dan berubah warna menjadi cokelat, getah ini dipungut dan dipasarkan sebagai opium mentah.

Opium mentah ini bisa diproses secara sederhana hingga menjadi candu siap konsumsi. Kalau getah ini diekstrak lagi, akan dihasilkan morfin, kalau diekstrak lebih lanjut akan menghasilkan heroin. Limbah ekstrasi ini kalau diolah lagi akan menjadi narkotik murah seperti sabu-sabu.

Tanaman opium yang berasal dari kawasan pegunungan Eropa Tenggara ini sekarang telah menyebar sampai ke kawasan Bulan Sabit (perbatasan Afganistan-Pakistan) dan Segitiga Emas.

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, Afganistan saat ini merupakan penghasil opium terbesar di dunia yang mencapai 87 persen, karena perang saudara, dan makin parah usai pendudukan tentara asing pimpinan Amerika Serikat. Urutan produsen kedua dipegang kawasan Segitiga Emas.

Di Indonesia, bunga opium yang banyak ditanam di kawasan pegunungan seperti Cipanas (Jabar), Bandungan (Jateng), Batu (Jatim) tidak menghasilkan narkotika karena kondisi suhu yang berbeda hingga mempengaruhi hasil tanam yang dapat menetralisir zat berbahaya tersebut.

Dari uraian tulisan di atas, dua unsur antara Mafia dan Narkoba, manakah yang sedang kita buru?